Minggu, 14 Juli 2013

PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)



                            PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)
MAKALAH PERBAIKAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliyah
Sejarah Peradaban Lokal Syariah

Oleh:

IRWANTO, S.Sy
088 12 1839

Dosen Pembimbing: Dr. H. Alirman Hamzah, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA
 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
Tahun Akademik 2012-2013
                        PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)
A. Pendahuluan.
Sejarah telah menuliskan, bahwa pada masa yang silam kemajuan peradaban manusia terjadi pada masa kekuasaan Islam di hampir semua belahan dunia. Disaat di Eropa sedang berada dalam masa kegelapan (the darkness), di dunia Islam sendiri sedang berada dalam masa kejayaan. Baghdad dan Cordova merupakan salah satu bukti betapa tinggi dan majunya peradaban Islam pada masa itu. Pada masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah al Muntashir di Andaluisa, selain istana-istana yang megah, jalan-jalan sudah diperkeras dan diberi penerangan pada malam hari, padahal pada saat itu di London hampir tidak ada satupun lentera yang menerangi jalan, dan di Paris di musim hujan lumpur bisa mencapai mata kaki.
Dari sisi ilmu pengetahuan, tidak hanya dari kalangan Muslim sendiri, orang-orang baratpun telah mengakui, bahwa sebagian besar dasar-dasar ilmu pengetahuan di lahirkan oleh para ilmuwan Muslim. Begitu pula dengan masa kebangkitan Eropa yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dimana para pelajar-pelajar dari Eropa telah dikirim ke Baghdad dan Cordova untuk menggali ilmu pengetahuan di sana. Di bidang-bidang ilmu keIslaman, perkembangan sastra dan bahasa Arab secara meluas terjadi pada masa Umayyah. Selain itu lahir pula Ulama-ulama besar.
Oleh karena itu, meneliti kembali sejarah Bani Umayyah menjadi penting adanya, sebab peradaban masa kini merupakan bagian dari rantai sejarah yang tidak putus dan dengan meneliti dan memahami sejarah peradaban Islam pada masa Bani Umayyah II di Andalusia kita akan dapat memetakan rentetan sejarah peradaban Islam yang merupakan bagian dari rantai evolusi hingga masa kini.
B. Latar Belakang Masuknya Islam ke Andalusia.
                Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/ Asbania, kemudian disebut Andalusia, ketika negeri subur itu dikuasai bangsa Vandal. Dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.[1]
Benua Afrika, terutama Afrika utara merupakan daerah yang penting dalam kaitannya dengan Andalusia dan juga penyebaran Islam di Eropa. Ia merupakan pintu gerbang utama masuknya Islam ke wilayah yang selama berabad-abad lamanya di bawah kekuasaan Kristiani. Sebelum kedatangan umat Islam , daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Dalam proses penaklukan Spanyol ini terdapat tiga pahlawan Islam  yang dapat dikatakan paling berjasa yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair.[2]
Islam masuk ke wilayah Andalusia-Spanyol pada zaman khalifah Al-Walid Ibnu Abd al-Malik (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus, di mana Umat Islam  sebelumnya telah mengusai Afrika Utara. Di masa pemerintahan al-Walid, Musa Ibnu Nushair diangkat sebagai Amir untuk wilayah Afrika Utara dan Barat yang berkedudukan di Qairawan. Pada saat itu, Musa Ibnu Nushair menerima delegasi yang datang dari kota Ceuta yang terdiri dari Pangeran Yulian dan keluarga raja Witiza yang memerintah Spanyol. Maksud kedatangan mereka ke Qairawan adalah untuk meminta bantuan Amir Musa Ibnu Nushair guna menyerang dan menjatuhkan raja Visigoth di Spanyol bernama Roderck yang berkedudukan di Toledo. Setelah memperoleh persetujuan khalifah al-Walid di Damaskus, maka dimulailah usaha menguasai Spanyol oleh Musa dengan mengirim 500 orang dibawah pimpinan Tharif pada tahun 710 M. mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Ia dan pasukannya mendarat di pantai selatan spanyol yang dikenal dengan nama Tarifana (Arab: tharif).[3] Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.[4] Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Thariq bersama pasukannya menyeberang selat yang terletak antara Maroko dan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq).
Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Setelah mengalahkan Raja Roderick dalam perempuan di Bakkah, Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothik saat itu).[5] Sebelum Thariq berhasil menaklukkan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang. Untuk itu, Musa ibn Nushair  merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq.[6] Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.
Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 M, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. [7]
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam  nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan. Faktor eksternal adalah:
1.    Kondisi di dalam negeri Spanyol sendiri saat masuknya Islam dalam kondisi kondisi sosial, politik, dan ekonomi dalam keadaan menyedihkan. Terjadinya ketegangan antara orang Yahudi dan Kristian dan mereka sering berebut menduduki takhta pemerintahan.[8]
2.    Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil.
3.    Penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak.
4.    Keadaan ekonomi masyarakat memburuk akibat perpecahan politik.
5.    Adanya konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam  untuk menguasai Spanyol.[9]
6.    Lemahnya tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas sehingga  tidak lagi mempunyai semangat perang
7.    Orang-orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.

Sedangkan faktor internal pendukung keberhasilan ini adalah penguasa, tokon-tokoh pejuang dan para prajurit Islam  yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam  yang ditunjukkan para tentara Islam , yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam  di sana.[10]

C. Peradaban Islam di Andalusia Masa Bani Umaiyah II.
   1. Politik Dan Pemerintahan (Masa Wali, Ke’amiran, Masa Khalifah).
a. Masa Wali.
       Pada masa ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada masa ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan terhadap khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa, merekalah yang berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri, terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yunani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pergunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan dipandang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 13 H/755 M.[11]
b. Masa Keamiran.
 Pada masa ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al-Rahman al-Ausath, Muhammad ibn Abd al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
 Pada masa ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan baik dibidang politik maupun bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat juga mulai pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al-Ausath. 
Namun demkian masa ini tidaklepas daari masalah diantara masalah yang muncul adalah Khalifah Abbasiyah di Baghdad merasa tidak suka atas berkuasanya Bani Umayyah di Spanyol dan berusaha menjatuhkannya dengan mengirim gubernur Afrika Utara al-‘Ala’ bin Mughith ke Andalus dengan 7000 tentara untuk memerangi Abdurrahman dan mereka disokong suku Qais pertempuranpun besar terjadi. Namun kemenangan ada dipihak Abdurrahman.
Selain itu masalah penentangan orang Kristen aang tidak tunduk pada pemerintahan Islam  juga menjadi masalah tersendiri, disamping kaum pemberontak Arab dari suku Qais. Selain itu  perbedaan status sosial dan keragaman penduduk yang telah ada sebelumya seiring semakin banyaknya pendatang baru memancing sentiment yang menjadi masalah pada masa Abdurrahman dan penerusnya.
Dalam mengghadapi masalah ini Abdurraman dan penerusnya menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1.         Membentuk pasukan professional yang banyak berasal dari kaum hamba (non-Arab)
2.         Menyatuakn rakyat yang beragam kelompok and agama dalam jalan Islam
3.         Menjalankan pemerintahan yang tegas dan mengambil tindakan tegas erhadap siapa saja yang menggugat stabilitas Negara.
4.         Mendirikan markas-markas tentara yang kuat untuk mempertehankan Negara dari serangan dalam dan luar.
5.         Membangun infrastruktur dan mengembangankan itelektual dan peningkatan taraf ekonomi melalui proyek pertanian dan perdagangan
6.         Mengangkat pemimpin-pemimpin yang berkaliber.
7.         Mengadakan beberapa ekspedisi untuk megukuhkan kedudukan Negara dan kedaulatannya dari ancaman luar [12]
Masa krisis terjadi setelah wafatnya Abd. al-Rahman II, yakni Muhammad Ibn Abdurrahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad. Muhammad seorang pemimpin yang lemah, bakhil, serta tama’. Ia mengurangi gaji pegawai kerajaan dan memotong biaya perbelanjaan untuk orang awam. Ia tidak tegas dan tidak serius melaksanakan Islam . Sedangkan al-Mundzir juga pemimpin yang lemah demikian juga Abdullah memerintah pada saat usia lanjut sehingga tidak berupaya memulihkan keamanan Negara.[13]
Pada masa krisis ini beberapa fenomena muncul:
1.    Orang Islam  dan Kristen bergaul mesra dan terjadiya perubahan agama dari Islam ke Kristen dan sebaliknya
2.    Pemimpin bani Umayyah masa ini gagal menjadikan Islam  sebgai pemersatu
3.    Dengan tidak yang baik  adanya kontrol dan pengaturan yang baik oleh pemerintah pusat maka terjadi pemberontkan disejumlah daerah oleh pembesar yang feodal dan pegawai  yang sudah berpengaruh.
Namun ada yang berpendapat pada masa ini dibagi menjadi dua yaitu masa Keamiran (755-912) dan masa ke Khalifahan (912-1013).[14]
c. Masa Khalifah (912-1013 M) 
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang berada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Selain itu kelahiran Daulah Fatimiyah yang mengamalkan ajaran Syi’ah di Afrika Utara yang bergelar khalifah, membuat Abd al-Rahman III berniat mengikutinya dengan memakai gelar Khalifah Juga. Karena itulah, gelar ini dipakai Abd al-Rahman III mulai tahun 929 M.
Dengan dilantiknya Abd al-Rahman III sebagai Khalifah maka pada masa itu dunia Islam  mempunyai tiga Khalifah, satu di Baghdad, satu di Afrika Utara dan satu lagi di Spanyol.
Setelah masa krisis selama 60 tahun, zaman baru dibangkitkan Abdurrahman al-Nashir (912-961 M), dan anaknya Hakam II (961-976 M). masa ini dianggap sebagai masa kegemilangan yang lebih tinggi dan mengagumkan dari masa sebelumnya. Masa ini berlangsung selama 64 tahun.
Segera setelah dilantik Usaha yang dilakukan Abd al-Rahman III pertama kali ditujukan kepada pengukuhan kesatuan dan stabilitas dalam negeri. Begitu ia dilantik ia mengirim utusan kepada gubernur-gubernur yang ada di semenanjung Iberia dan mengajak mereka untuk memberikan bai'at kepadanya. Sebagian diantara mereka menyambut seruan itu dengan baik dan sebagian yang lain tidak memperdulikannya. Dalam menghadapi penentanganya, Abdurahman III menumpasnya dengan militer sehingga dalam jangka 10 tahun umat Islam Spanyol bersatu kembali.
Pada periode ini umat Islam  Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulah Abbasiyah di Baghdad. Abdurahman III membangun beberapa buah istana dan memajukan pertanian rakyat. Rakyat taat kepadanya dan semua orang merasa hidup damai bersamanya. la mewajibkan penguasa-penguasa Kristen membayar upeti ke Cordova. Pada masa kekuasaanya, Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam  yang penting di Barat sebagai tandingan Bagdad di Timur. Kalau di Bagdad ada bait al-Hikmah serta madrasah Nizamiah, dan Kairo ada al-Azhar serta Dar al-Hikmah, maka di Cordova ada universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan. Perpustakaanya mengandung ratusan ribu buku.(Nasution, 1985:62). Di Cordopa terdapat 113.000 rumah, 70 Perpustakaan, sejumlah toko buku dan Mesjid, bermil-mil jalan aspal diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah yang berhampiran. Semuanya membuat Cordova memperoleh popularitas Internasional dan kekaguman para pengunjungnya. Banyak perutusan diplomatik berkumpul di Cordova, baik dari dalam maupun dari luar Spanyol. Delegasi berdatangan dari suku-suku Zanatah Afrika Utara yang kuat, dari dinasti Idrisi, dari raja-raja Kristen Prancis, Jerman dan Konstantinopel.
Abdurrahman al-Nashir dianggap para sejarawan sebagai pengasas kedua kerajaan bani Umayyah di Andalus setelah Abd. Al-rahman al-Dakhil. Ia juga dianggap sebagai pemimpin yang berwibawa dan teragung  di kalangan pemimpin-pemimpin bani Umayyah atau Islam  di Spanyol. Abdurrahman III di anggap sebagai sang penyelamat imperium muslim Spanyol. Dengan berbagai kebijakan dan kemampuan intelektualnya, maka stabilitas nasional terkendali serta dapat menarik masyarakat Spanyol dengan tidak menimbulkan jurang pemisah antara kelas dan golongan agama yang ada, sehingga benar-benar tercipta suatu imperium Umayyah yang damai dan kuat di Spanyol. Setelah memegang kekuasaan selama 27 tahun, ia meninggal dunia pada bulan oktober 961 M.
Hakam II yang bergelar al-Muntasir billah melanjutkan ayahnya.  Ia bekuasa selama 15 tahun.  Meskipun ia pemimpin yang hebat dan terkenal namun tidak menandingi kebesaran ayahnya. Ia pemimpin yang sederhana namun karena kondisi yang sudah makmur dan stabil meyebabkan ia mudah melaksanakan tugasnya. selama masa pemerintahannya tidak banyak terjadi penentangan hanya sekali saja yaitu oleh kerajaan Kristen di Leon, Castile dan Navarre. Karenanya al-Hakam II lebih terfokus pada bidang pembangunan khususnya di bidang intelektual.[15] Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat. Ia  seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. tak kurang 400.000 manuskrip dalam perpustakaannya, sehingga banyak intelektual yang tertarik mendatanginya.
Tahap terakhir pemerintahan  bani Umayyah dimulai dari tahun 976 hingga 1031 M. yang melibatkan tujuh Khalifah. Diawali ketika Hisyam II naik tahta, kemudian al-Muayyad, Muhammad II al-Mua’ayyad, Sulaiman al-Musta’in, Abd al-Rahman V, Muhammad al-Mustakfi dan Hisyam III al-Mu’tamid.
Di zaman Hisyam II (976-1013 M) terdapat perubahan struktur politis. Hisyam II baru berusia 11 tahun ketika ia menduduki tahta. Karena usianya masih sangat muda, Ibunya yang bernama Sultanah Subh, dan sekretarisnya negara yang bernama Muhammad Ibnu Abi Amir, mengambil alih tugas pemerintahan. Hisyam II tidak mampu mengatasi ambisi para pembesar istana dalam merebut pengaruh dan kekuasaan.
Menjelang tahun 981 M, Muhammad Ibnu Abi Amir yang ambisius menjadikan dirinya sebagai penguasa diktator. Dalam perjalanannya ke puncak kekuasaan ia menyingkirkan rekan-rekan dan saingannya. Hal ini dimungkinkan karena ia mempunyai tentara yang setia dan kuat, ia mengirimkan tentara itu dalam berbagai ekpedisi yang berhasil menetapkan keunggulaannya atas para pangeran Kristen di Utara. Pada tahun itu juga Muhammad Ibnu Abi Amir memakai gelar kehormatan al-Mansur Billah. la dapat mengharumkan kembali kekuasaan Islam di Spanyol, sekalipun ia hanya merupakan seorang penguasa bayangan. Kedudukan Hisam II tidak ubahnya seperti boneka, hal ini menunjukkan bahwa peranan khalifah sangat lemah dalam memimpin negara, dan ketergantungan kepada kekuatan orang lain mencerminkan bahwa khalifah dipilih bukan atas dasar kemampuan yang dimilikinya melainkan atas dasar warisan turun menurun. Hisam II memang bukan orang yang cakap untuk mengatur negara, tindakannya menimbulkan kelemahan dalam negeri. la tidak dapat membaca gejala-gejala pergerakan Kristen yang akan mulai tumbuh dan mengancam kekuasaannya. Keadaan ini diperburuk dengan meninggalnya al-Muzaffar pada tahun 1009 M yang dalam kurun waktu 6 tahun masih dapat mempertahankan kekuasaan Islam di Spanyol.
AI-Muzaffar kemudian digantikan oleh Hajib al-Rahman Sancol. Karena ia tidak berkualitas dalam memegang jabatannya sehingga dimusuhi penduduk dan kehilangan kesetiaan dari tentaranya. Akibatnya timbul kekacauan, karena tidak ada orang atau kelompok yang dapat mempertahankan ketertiban di seluruh negara. Akhirnya Hisyam II mema'zulkan diri pada tahun 1009 M, yang kemudian dipulihkan kembali tahtanya pada tahun berikutnya.
Sejak itu sampai tahun 1013 M, ia dan 6 orang anggota Umayyah lainnya serta tiga orang anggota keluarga setengah Barber masing-masing menjabat khalifah sementara. Dalam masa lebih kurang 22 tahun (1009-1031) M terjadi 9 kali pertukaran khalifah, tiga orang di antaranya dua kali menduduki jabatan khalifah pada priode tersebut. Pada tahun 1031 M khilafah dihapuskan oleh orang-orang Cordova.
Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Inilah yang disebut al-Muluk al-Thawaif.[16]

2. Ekonomi dan Perdagangan.
            Negara pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah II menggantungkan sebagian besar pendapatannya dari bea ekspor dan impor. Seville, salah satu pelabuhan terbesar, mengekspor kapas, zaitun dan minyak. Di samping itu, mengimpor kain dan budak dari Mesir serta para biduanita dari Eropa dan Asia. Barang-barang yang diekspor dari Malaga meliputi kunyit, daun ara, marmer, dan gula.
            Negeri Andalusia menjadi salah satu daratan di Eropa yang paling makmur dan paling padat penduduknya. Ibukota dipadati oleh sekitar 13.000 tukang tenun dan sebuah industri kulit. Dari Andalusia, kerajinan seni hias timbul dengan media kulit di bawa ke Maroko. Kemudian dibawa ke Perancis dan Inggris.
            Wol dan sutera tidak hanya ditenun di Kordoba, tetapi juga di Malaga, Almeria, dan pusat-pusat kerajinan lainnya. Kerajinan tembikar, yang awalnya dikuasai Cina diperkenalkan oleh kaum muslimin ke daratan Spanyol. Almeria juga memproduksi barang pecah belah dan kuningan. Paterna di Valencia terkenal sebagai produsen tembikar. Jane dan Algave terkenal sebagai produsen emas dan perak, Kordoba sebagai produsen besi dan timah, dan Malaga sebagai produsen batu merah delima.
            Selain dunia industri, kemajuan dalam bidang pertanian merupakan salah satu sisi keagungan umat Islam Andalusia dan menjadi hadiah abadi yang diberikan orang Arab karena sampai sekarang taman-taman yang ada di Spanyol melestarikan jejak Orang Moor.
            Dalam kaitannya dengan alat bertransaksi jual-beli, pemerintah mendirikan lembaga pembuat mata uang. Model koin logamnya meniru motif-motif Timur, dengan Dinar sebagai satuan emas, dan Dirham sebagai satuan perak.
   3.Sosial Kemasyarakatan.
     Masyarakat  Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara Konstantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan Kebangkitan Ilmiah, sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol.
            Ketika Islam datang ke Spanyol, komposisi masyarakat yang ada dinegeri itu cukup heterogen yang terdiri dari orang Arab, orang Arab-Spanyol, orang Afrika Utara, dan orang Yahudi. Heterogenitas masyarakat tersebut belakangan diketahui memberikan saham intelektual dan kebudayaan yang cukup hebat yang kemudian melahirkan kembali era kebangkitan ilmu pengetahuan dan peradaban.
            Heterogenitas komposisi masyarakat, di ikuti dengan heterogenitas agama. Sementara Islam datang dengan semangat toleransi begitu tinggi. Bahkan dengan semangat toleransi itu Islam telah mengahiri kezaliman keagamaan yang sudah berlangsung sejak lama. Bagi orang Kristen dan orang Yahudi disediakan hakim khusus yang sesuai dengan agama mereka masin-masing. Semua kelompok agama dengan datangnya Islam, mendukung dan menyertai pembangunan peradapan yang berkembang dengan gemilang.
            Adanya semangat kesatuan budaya Islam yang timbul pada pemikiran para ulama dalam artiluas. Hal ini terbukti sekalipun dalam konstelasi politik, masyarakat Islam Spanyol melepaskan diri dari Baghdad, dari banyaknya para ulama Spanyol yang mendalami ilmu di Bagdad untuk dikembangkan kemudian di Spanyol.
            Persaingan antar muluk AI-Thawa'if ternyata justru menyebabkan perkembangan peradaban. Kerajaan-kerajaan kecil di sekitar Cordova, semuanya bersaing ingin menandingi Cordova dalam hal kemajuan Ilmu pengetahuan, sastra, seni, kebudayaan.
4. Pendidikan, iptek dan agama
            Banyak muslim Andalusia yang menuntut ilmu di negeri islam belahan timur dan tidak sedikit pula ulama dari timur yang mengembangkan ilmunya di Andalusia.
            Prestasi umat islam dalam memajukan ilmu pengetahuan tidak diperoleh secara kebetulan, melainkan dengan kerja keras melauli beberapa tahapan system pengembangan. Mula – mula dilakukan beberapa penerjemah kitab – kitab klasik yunani, romawi, india , Persia. Kemudian dilakukan pensyarahan dan komentar terhadap terjemahan tersebut, sehingga lahir komentator-komentator muslim kenamaan. Setelah itu dilakukan koreksi teori – teori yang sudah ada, yang acap kali melahirkan teori baru sebagai hasil renungan pemikir – pemikir muslim sendiri. Oleh karena itu, umat islam tidak hanya berperan sebagai jembatan penghubung warisan budaya lama dari zama klasik ke zaman baru. Terlalu banyak teori orisinil temuan mereka yang besar sekali artinya sebagai dasar ilmu pengetahuan modern.
            Perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu tidak terlepas kaintannya dari kerjasam yang harmonis antara penguasa, hartawan dan ulama. Umat islam di Negara – Negara islam waktu itu berkeyakinan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaaan umumnya, merupakan salah satu kewajiban pemerintahan. Kesadaran kemanusiaan dan kecintaan akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para pendukung ilmu telah menimbulkan hasrat untuk mengadakan perpustakaan – perpustakaan, disamping mendirikan lembaga – lembaga pendidikan.
            Sekolah dan perpustakaan umum maupun pribadi banyak dibangun diberbagai penjuru kerajaan, sejak dari kota besar sampai ke desa-desa.
            Andalusia pada kala itu sudah mencapai tingkat peradaban yang sangat maju, sehingga hampir tidak ada seorangpun penduduknya yang buta huruf. Dalam pada itu, Eropa Kristen baru mengenal asas-asas pertama ilmu pengetahuan, itupun terbatas hanya pada beberapa orang pendeta saja. Dari Andalusia ilmu pengetahuan dan peradaban arab mengalir ke Negara-negara Eropa Kristen, melalai kelompok – kelompok terpelajar mereka yang pernah menuntut ilmu di universitas Cordova, Malaga, Granada, Sevilla atau lembaga–lembaga ilmu pengetahuan lainnya Andalusia. Yang pada gilirannya kelak akan mengantarkan Eropa memasuki periode baru masa kebangkitan. Bidang–bidang ilmu pengetahuan yang paling menonjol antara lain:
            a. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas Ibn Farnash termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. ialah orang pertama yang menemukan perbuatan kaca dari batu. Ibrahim Ibnu Yahya Al Naqqash terkenal dalam Ilmu Astronomi. Ia dapat menentikan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat mnenetukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad Ibnu Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan binti Al Abi Jafar dan saudara perempuan Al-Hafiz adalah dua orang ahli kedoktoran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibnu Jubair dari Falencia ( 1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Medinterania dan Sicilia dan Ibnu batutah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai samudra pasai dan cina. Ibnu Al-Khatib (1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan ibnu khaldun dari Thunis perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan bertempat tinggal di Spanyol, kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian besar-besar nama besar dalam bidang sains.
            b. Ilmu Fikih dan Ilmu-ilmu Islam Lainnya
Madzhab fikih yang berkembang di Kordova adalah Maliki. Madzhab ini diperkenalkan oleh Ziyad ibn Abd al Rahman ibn Ziyad al Lahmi pada zaman Hisyam I ibn Abd al rahman al Dakhil. Beliau adalah murid langsung imam Malik ibn Anas di Madinah. Jejaknya kemudian diikuti oleh Yahya ibn Yahya al Laitsi, disamping sebagai murid Ziyad Ibn Abd al Rahman , ia juga berguru langsung kepada imam Malik. Yahya ibn Yahya al Laitsi dikenal sebagai mufti dinasti Umayyah.
Ulama besar yang hidup pada masa Umayyah Andalusia adalah Abu Muhammad Ali Ibn Hazm (w.455/1063). Nama panggilan beliau adalah Abu Muhammad. Ibnu Hazm hidup dalam kekuasaan Islam di Andalus, yaitu pada akhir kekuasaan Dinasti Umayyah dan zaman Muluk al Thawa’if. Ibnu Hazm hidup pada zaman Dinasti Umayyah selama 37 tahun, dan pada zaman Muluk al Thawa’f selama 32 tahun. Pada mulanya, ia adalah pengikut imam Syafi’i, setelah merasa tidak puas dengan fikih Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, ia pindah ke madzhab al Zhahiri. Ibn Hazm tertarik terhadap madzhab al Zhahiri karena aliran ini hanya terikat kepada al Qur’an dan Sunnah. Atas jasa Ibn Hazm madzhab Zhahiri dapat berkembang di Andalusia. Ia juga pemuka gerakan Asy’ariyyah.. Buku karya berjumlah sekitar 400 buku yang terdiri dari teologi, fikih, hadits dan puisi. Bukunya yang terkenal adalah al Muhallâ (fikih), al Ihkâm fî al Ushûl al Ahkâm (ushul fikh), al Fashl fî al Milal wa Ahwâ fî al Nihal (ilmu kalam).
Ilmu agama yang berkembang pesat ialah ilmu Qira’at, yaitu ilmu yang membahas cara membaca lafazh-lafazh al Qurân yang baik dan benar. Abu Amr al Dani Utsman ibn Said (w. 444/1052) adalah ulama ahli Qira’at kenamaan Andalusia yang mewakili generasinya. Ia telah menulis 120 buku, diantaranya al Muqni’u wa al Taisîr.
 5. kesenian
            Dalam bidang kesenian, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. la juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
            Studi-studi musikal Islam, seperti telah diprakarsai oleh para teoritikus al-Kindi, Avicenna dan Farabi, telah diterjemahkan ke bahasa Hebrew dan Latin sampai periode pencerahan Eropa. Banyak penulis-penulis dan musikolog Barat setelah tahun 1200, Gundi Salvus, Robert Kilwardi, Ramon Lull, Adam de Fulda, dan George Reish dan Iain-lain, menunjuk kepada terjemahan Latin dari tulisan-tulisan musikal Farabi. Dua bukunya yang paling sering disebut adalah De Scientiis dan De Ortu Scientiarum.
            Musik Muslim juga disebarluaskan ke seluruh benua Eropa oleh para “penyanyi-pengembara” dari periode pertengahan ini memperkenalkan banyak instrumen dan elemen-elemen musik Islami. Instrumen-instrumen yang lebih terkenal adalah lute (al-lud), pandore (tanbur) dan gitar (gitara). Kontribusi Muslim yang penting terhadap warisan musik Barat adalah musik mensural dan nilai-nilai mensural dalam noot dan mode ritmik. Tarian Morris di Inggris berasal dari Moorish mentas (Morise). Spanyol banyak menerapkan model-model musikal untuk sajak dan rima syair dari kebudayaan Muslim.[17]
            Banyak risalah musikal yang telah di tulis oleh para tokoh Islam seperti Nasiruddin Tusi dan Qutubuddin Asy-Syairazi yang lebih banyak menyusun teori-teori musik.[18]
    6. pemikiran dan filsafat.
            Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).[19]
            Atas inisiatif Al-Hakam (961 -976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia islam.
            Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Dilahirkan di Saragosa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
            Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
            Akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. la lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.
            Ibnu Rusyd memiliki sikap realisme, rasionalisme, positivisme ilmiah Aristotelian. Sikap skeptis terhadap mistisisme adalah basis di mana ia menyerang filsafat Al-Ghazali.[20]
D. Faktor Kemunduran dan Kehancuran Daulah Bani Umaiyyah II di Andalusia
            Ada beberapa faktor kemunduran dan kehancuran daulah bani umaiyyah II di andalusia, diantaranya adalah:
1. Konflik Islam dengan Kristen
          Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.38 Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.[21]
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
          Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.[22]
3. Kesulitan Ekonomi
          Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian.[23] Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
          Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.[24]
5. Keterpencilan
          Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. la selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dan Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[25]
E. Pemerintahan Islam Pasca Bani Umaiyah II.
 1. Muluk al-Thawaif .
Selama masa ini berbagai pangeran setempat dan kelompok etnis berkuasa yang disebut dengan masa al-Muluk al-Thawaif atau Reyes de Taifas[26].Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam  Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam  itu, untuk pertama kalinya orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain. [27]
Dinasti-dinasti paling penting diantara Muluk al- Thawaif adalah sebagai berikut:[28]
§  Hammudiyah di Malaga dan Algecirus (400 H – 409 H/ 1010 M – 1019 M)
§  'Abbadiyyah di Seville (403 H- 484 H/ 1023 M – 1091 M)
§  Ziriyyah di Granada (403 H- 483 H/ 1012 M – 1090 M)
§  Banu Yahya di Neibla (414 H – 443 H/ 1023 M – 1051 M)
§  Banu Muzayn di Silves, Algarve (419 H – 445 H/ 1028 M – 1053 M)
§  Banu Razin di Albarracin, La Sahla (402 H – 500 H/ 1011 M- 1107 M)
§  Banu Qasim di Alpuente (420 H – 485 H/ 1029 M-1092 M)
§  Jahwariyah di Cordova (442 H- 461 H/ 1031 M- 10691 M)
§  Afthanisiyah atau banu Maslam di Badajoz (413 H-487 H/1022 M-1094 M)
§  Dzun Nuniyyah di Toledo (sebelum 419 H- 478 H/ sebelum 1028 M- 1085 M)
§  'Amiriyah di Valencia (412 H- 469 H/ 1021 M- 1096 M)
§  Banu Shumadihiyyah di Aimeria (430 H- 480 H / 1039 M- 1087 M)
§  Tujibiyyah dan kemudian Hudiyyah di Sarogossa, Lerida, Tudela, Calatayud, Denia dan Tortosa ( 410 H- 536 H/ 1019 M- 1142 M)
§  Banu Mujahid dan Banu Ghaniyah di Majorca (413 H – 601 H/ 1022 M – 1205 M).

Kerajaan-kerajaan kecil yang muncul di Andalusia terbentuk apabila kepimpinan utama mulai melemah. Lebih tepat, ia terjadi akibat kelemahan pemimpin di kalangan Bani Umayyah yang menguasai Andalusia setelah Khalifah al-Mustansar Billah (961 – 976M). karena alasan inilah, Andalusia yang diperintah oleh satu kerajaan, terpecah menjadi banyak daerah. Pembentukan kerajaan-kerajaan kecil ini terjadi disebabkan karena semangat kelompok, yaitu untuk mengangkat kaum sendiri. Fenomena ini terjadi setelah pucuk pimpinan di Cordova menghadapi masalah intern yaitu pertikaian internal malah ada yang saling menindas untuk merebut kuasa khalifah. Secara tidak langsung, kerajaan–kerajaan kecil ini muncul pada dekade akhir pemerintahan Bani Umayyah  di Andalusia, yaitu kira-kira sekitar tahun 403 H / 1012 M. Namun bibit– bibit perpecahan awal telah ada atau dapat dilihat 20 tahun lebih awal yaitu semasa Khalifah Hisham II memegang tampuk pemerintahan. Perpecahan menjadi nyata setelah Al-Mansur Ibn Abi Amir meninggal dunia pada tahun 392H/ 1002 M.[29]

2. Dinasti Murabbithun.
Pada periode ini spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa Negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan  dinasti Murabithun (1086-1143). Dan dinasti Muwahhidu ((1146-1235).
Dinasti Murabbitun  pada awalnya adalah gerakan dakwah yang didirikan ole Yusuf Ibn Tasfin di Afrika utara dan pada tahu 1062 ia berhasil mendirikan kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke sepanyol atas undangan Al-Mu'tamid, penguasa Bani Abbas di Sivella yang sedang terancam oleh kekuasaan Kristen, untuk menghadapi Al-Fonso VI. Akhirnya pertempuran terjadi di al-Zallaqah pada tahun 1086 M, dan Yusuf berhasil mengalahkan pasukan Al-Fonso VI, sekitar 20.000 pasukan musuh dibasmi dengan keji. Merasa pengalaman dan berhasil menghadapi musuh di Eropa itu, Yusuf dengan pasukannya kembali ke Eropa pada 1090 M. mereka menguasai Granada, Sevilla dan kota-kota penting lainnya. Dengan demikian, Yusuf berhasil menguasai wilayah kerajaan Muslim di Eropa kecuali Toledo[30].
Dinasti Murobithun mengalami kemunduran ketika dalam kepemimpinan Ibrahim  bin Tasyfin dan Ishaq bin Tasyfin. Disamping itu, fanatisme para fuqaha' menyebabkan penerapan ajaran agama dalam kehidupan menjadi kaku. Karangan Al Ghozali dimasukkan oleh Ishaq ke dalam daftar buku–buku yang dilarang untuk dibaca, lalu dibakar baik yang ada di Spanyol maupun yang ada di Maghrib, sementara itu militer banyak yang terbunuh dalam peperangan melawan tentara Kristen. Pada tahun 1118 M. Alfaso VI dari Aragon berhasil membunuh sejumlah besar tentara Murobithun[31].Pada saat itu kaum sufi memimpin sejumlah pemberontakan di Silves dan Naibla sedang kaum ulama' memimpin sejumlah pemberontakan di Cordova dan Valencia yang pada akhirnya menyebabkan hancurnya pemerintahan Murobithun[32].pada tahun 1143 kekuasaan dinasti ini berakhir baik di Afrika Utara maupun Spanyol dan digaantika dinasti Muwahhidun. [33]
3. Dinasti Muwahhidun.
Al–Muwahiddun (orang–orang yang meng–Esakan) pada awalnya adalah gerakan keagamaan yang kemudian memasuki wilayah politik yang selanjutnya menggeser dinasti Murabithun. [34] Ia didirikan oleh Ibnu Tumart. al–Muwahhidun lahir untuk memprotes madzhab Maliki, yang konservatif dan legalistik yang berkembang di Afrika Utara berkat dakwah al–Murabithun. Disamping itu dinasti ini muncul sebagai respon terhadap kehidupan sosial yang mengalami kerusakan sejak akhir kekuasaan al–Murabithun[35].
Dinasti ini datang ke Spanyol di pimpin oleh Abd. Al-Mun’im antara tahun 1114 dan 1154, dan berhasil menguasaikota-kota penting seperti Cordova, Almeria dan Granada.[36]Dinasti ini dalam jangka beberapa dekade mengalami banyak kemajuuan. Kekuatan Kristen dapat dipukul mundur, akan tetapi tidak lama setelah itu Muwahhidun mengalami keruntuhan. Kemunduran dinasti Muwahhidun disebabkan utamanya karena luas wilayah, sementara penduduknya sangat majemuk yang terdiri dari bangsa Berber yang keras dan bengis. Wilayah yang luas ini khusunya yang di Spanyol, sulit di kontrol oleh pemerintah pusat, sehingga akhirnya mudah dikuasai oleh tentara Kristen Spanyol yang belakangan mengalami kebangkitan politik. Pada 1212 M, Al-Nashir dengan tentaranya yang berjumlah lima ratus ribu orang dapat dikalahkan. Kekalahan ini mengakibatkan mereka kembali ke Afrika Utara dan meninggalkan Spanyol. pada tahun 1235. Keadaan Spanyol semakin runyam berada dibawah penguasa-penguasa kecil. Dalam keadaan demikian umat Islam  tidak mampu menahan serang-serangan Kristen  yang semakin besar. Sejak itu ibu kota Spanyol jatuh kepada kekuasaan Kristen. Pada 633-636 H Raja Ferdinand III dari Kastalah dan Raja Jimm I dari Arrajun bersama-sama merebut kota Balansiyah, Cordova, Marsiyah dan Isbiliyah. Tahun 1238M kordova jatuh ketangan penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248.[37] Kekuasaan Islam  tinggal di Granada di bawah kekuasaan Muluk al-Thawaif hingga akhir abad XIV.
4. Dinasti Bani Ahmar.
Pada saat  ini Islam  hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah dinasti Bani Ahmar. (1232-1492). Kerajaan Nasriyyah (Banu al-Ahmar) merupakan kerajaan Islam  yang terakhir yang memerintah Spanyol. Penguasanya ialah Muhammad bin Yusuf bin Nasr yang dikenal sebagai al-Ahmar. Pada mualanya beliau berkuasa di Jaen. ketika Jaen diserang  tentara Kristen, beliau terpaksa melarikan diri ke Garanada dan selanjutnya mendirikan kerajaanya di situ pada tahun 1235 M[38].
Granada terletak di antara Almeria dengan Gibraltar, selatan Spanyol. Kawasan ini berbukit dan dikelilingi oleh kubu pertahanan yang kuat. Oleh sebab jaraknya dengan Afrika Utara tidak begitu jauh menyebabkan ia mudah berkomunikasi dengan pemerintah–pemerintah Islam di situ. Sebab-sebab lain yang menjadikan kerajaan Islam Granada kuat dan maju adalah karena ramainya orang Spanyol berpindah ke Granada sebagai imbas serangan tentara kristen. Kira-kira sebanyak 50.000 orang Islam dari Valencia dan 300.000 orang dari Seville, Xeres dan Cadiz berhijrah ke Granada. Mereka ini merupakan tentara dan administrator yang berpengalaman. Tambahan pula Muhammad bin Yusuf, penguasa kerajaan Islam Granada telah mengamalkan dasar berbaik-baik dengan kerajaan kristen. Masyarakat Granada bukan saja terdiri dari orang-orang Islam tetapi juga kaum Yahudi. Golongan bukan Islam ini turut mendapat layanan yang adil dari pihak pemerintah.
Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti pada masa Abdurrahman al-Nasir, akan tetapi secara politik dinasti ini hanya berkuasa diwilayah  yang kecil. Seperti biasa, setiap pemerintah mempunyai zaman kegemilangan dan zaman keruntuhan. Bagi kerajaan Bani al–Ahmar di Granada zaman kegemilangannya adalah 1344 -1396 M. Dalam tempo tersebut terdapatlah istana Alhambra yaitu istana yang terindah di Spanyol. Ia juga melambangkan seni bangunan yang teragung di dunia[39].
Pada dekade terakhir abad XIV telah terjadi krisis dan perebutan kakuasaan di kalangan keluarga pemerintah dan setiap orang mempunyai pendukung masing–masing. Mereka terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok pertama terdiri dari golongan agama, mereka lebih bersikap anti Kristen. Kelompok kedua terdiri dari kaum elit, pedagang, dan petani, mereka mau keamanan dan tidak mau berperang. Pada akhir-akhir pemerintahan Bani Ahmar, krisis ini memuncak. Kesempatan ini digunakan oleh tentara Kristen untuk meneruskan gerakan Recobquista (gerakan menyelamatkan Spanyol dari dikuasai orang Islam ). Untuk mencapai tujuan ini, kerajaan kristen Aragon pimpinan Isabella dan Castille pimpinan Ferdinand telah bergabung untuk menentang kerajaan Islam di Granada.
Oleh karena terjadi perselisihan keluarga dalam hal mewarisi kepimpinan, akhirnya telah menyebabkan pergolakan saudara terjadi  dan seterusnya melemahkan pemerintahan Islam di Granada ini. Karena Abu Abdullah tidak puas dengan pewarisan takhta yang ditunjuk oleh ayahnya, yaitu kepada saudaranya yang lain, maka ia memberontak sehingga dalam pemberontakan tersebut telah mengorbankan nyawa ayahnya. Namun, tahta pemerintahan tidak diperoleh Abu Abdullah, tetapi beralih kepada Muhammad ibn Sa’ad. Selanjutnya rencana  dibuat dalam bentuk kerjasama antara Raja Ferdinand dan Abu Abdullah untuk merampas kembali tahta pemerintahan. Pengambil alihan itu berhasil dan ringkasnya Abu Abdullah dapat menduduki tahta tetapi untuk  jangka waktu yang pendek disebabkan tekanan dari Ferdinand yang menuntut penyerahan wilayah Granada ini kepadanya.
Pada tahun 1492 M. kerajaan Islam Granada terpaksa mengaku kalah setelah mendapat tekanan hebat dari pihak tentara Kristen.Penyerahan wilayah terakhir ini terpaksa dilakukan demi menyelamat harga diri pemerintah Islam di bawah pimpinan Abu Abdullah daripada diguling dengan lebih buruk. Penyerahan dalam bentuk perjanjian yang ditandantangani oleh pihak Islam dan Kristian itu dilakukan dan penyerahannya kepada Raja Kristian Sepanyol iaitu Ferdinand dan Isabella. Perjanjian yang dikatakan mempunyai 67 perkara itu antara lain menjamin keselamatan orang Islam untuk tinggal di Sepanyol dan juga jaminan keselamatan sekiranya mereka ingin keluar dari Spanyol menuju ke daerah lain, terutama untuk kembali ke daerah Afrika Utara. Namun perjanjian yang tidak pernah ditunaikan oleh pihak Kristian itu nampaknya menjadi senjata yang menikam umat Islam terus menerus sehingga mereka tidak lagi mampu bertahan apalagi untuk merampas kembali Andalusia ini.
Setelah itu umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggal Spanyol. Umat Islam pun terusir dengan pedihnya dari bumi Andalusia. Hanya yang mau meninggalkan Islam (murtad) yang boleh tinggal. Yang tetap beriman kepada Allah bersama Raja Abu Muhammad di persilahkan naik ke kapal dan berlayar menuju Afrika Utara menyeberangi Selat Gibraltar. Kalau dulu Tariq menyeberanginya dengan kepala tegak penuh semangat dan optimisme, namun Abu Muhammad berlayar dengan sedih dan menundukkan kepala dengan penuh keaiban. Tanggal 2 Januari 1492 itu tercatat sebagai pemurtadan besar-besaran yang pernah terjadi dalam sejarah. Baik Cordova maupun Granada hancur lebur bersama kitab-kitabnya berikut peradabannya. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
Mengenai jatuhnya Granada yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan ini, ilmuwan sekelas Emmanuel Deutch berkomentar,“Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.” [40]

F. Faktor Kemunduran dan Kehancuran Islam pasca bani umaiyyah II di Andalusia.
   1. masa Muluk at-Thawaif.
a. terjadinya perebutan kekuasaan sehingga tidak stabilnya pemerintahan, maka dengan mudahnya penguasa kristen menyerang dan merebut beberapa kerajaan kecil.
b. serangan dari kerajaan kristen.
   2. masa Dinasti Mutabbithun.
a. Ketidakcakapan generasai penerus setelah Yusuf bin Tasyfin dalam men¬jalankan roda pemerintahan. Hal ini menimbulkan konflik in-ternal dan eksternal yang menyebabkan wilayah kekuasaannya mengalami dis¬in¬teg¬rasi dan ditaklukkan oleh tentara Kristen.
b. Kehidupan mewah yang dijalani para penguasa yang umumnya berasal dari bangsa Barbar, sehingga tidak mementingkan rakyat dan memper¬ha¬tikan wilayah kekuasannya.
c. Rendahnya moral para penguasa dan melupakan tujuan awal pendirian murabithun yang ingin menghapus kebiasaan buruk para penguasa dan mereka yang telah melakukan penyimpangan ajaran agama
d. Fanatisme (ta’ashub) terhadap mazhab Maliki dan menganggap remeh penganut mazhab lain.
e. Para ulama dan fuqaha telah melupakan al-Qur’an dan hadis dalam mengeluarkan berbagai fatwa.
   3. masa Dinasti Muwahhidun.
a. Ketidakmampuan generasi penerus Ibnu Tumart dan Abdul Mu’min dalam menjalankan pemerintahan, sehingga menim-bulkan konflik di kalangan istana dalam masalah kepe¬mim-pinan.
b. Ketidakmampuan khalifah untuk melakukan kontrol terhadap para penguasa daerah, sehingga pusat menjadi lemah.
c. Para penguasa dan kelompok Muwahhidun lain melupakan garis perjuangan Ibnu Tumart dan Abdul Mu’min, sehingga mereka mulai melemah.
d. Menguatnya kelompok dan raja-raja Kristen di Andalusia, dan lain-lain.
Demikian sekilas perjalanan sejarah Dinasti Muwahhidun yang telah berjaya menguasai Andalusia. Tetapi, karena banyak persoalan yang diha-dapi, akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun melemah dan kemudian hancur akibat serangan dari berbagai pihak, baik di Andalausia maupun di Afrika Utara.
   4. masa Dinasti Bani Ahmar.
a. terjadinya perebutan kekuasaan antara Abul Hasan dengan anaknya bernama Abdullah.
b. penyerangan oleh penguasa kristen yang dipimpin oleh ferdinand

G. Nasib Umat Islam dibawah Pemerintahan Kristen di Andalusia.
    1.  Pembatalan klausul-klausul pada perjanjian Grenada (899 H/1494 M)
            Seluruh pemimimpin spanyol mulai membatalkan 66 klausul yang telah disepakati sebelumnya. yang terpenting diantaranya adalah:
1. Seluruh masjid tetap dipertahankan dan tidak dirusak.
2  Tidak memasuki rumah orang muslim tanpa izin.
3. Setiap muslim tetap tinggal di tanahnya.
4. Seluruh kaum mislimin, baik anak-anak maupun orang dewasa, mendapat    jaminan            keamanan.
5. Tidak seorang kristenpun menguasai kaum muslim
6. Kaum muslim bebas menjalankan ajaran agama mereka
7. Tidak seorangpun muslim  boleh membawa tanda apapun yang membedakannya     dari orang Kristen dan yahudi
8.  Kaum tidak membayar pajak melebihi yang pernah mereka bayarkan kepada daulah           mereka
9. Mereka memilik hak untuk bepergian di penjuru spanyol
10.  Tidak seorang muslim pun boleh dipaksa untuk memasuki agama Kristen dst.
            Pada tahun 1498 M Setelah sepertiga juta muslim keluar dari spanyol, di sana banyak kaum muslim yang tidak mendapatkan cara untuk eksodus ke utara afrika dan mengaku beragam Kristen Karena takut disiksadi spanyol. Namun banyak dari kaum  uslim tetap mempertahankan keislaman dan menjalankan syiar-syiar islam secara diam-diam. Hal itu sampai diketahui diktator Fernando, raja spanyol, lalu ia mengusir kaum muslim ke gunung-gunung sehingga mereka dimangsa binatang-binatang buas, mati kelaparan, atau diperbudak oleh orang-orang spanyol. Mereka berkelana atau bersembunyi di desa-desa dengan membayar uang suap.
2.  Pengkristenan muslim Andalusia secara paksa (904 H/1499 M)
            Orang spanyol lupa pada janji mereka. Dewan investigasi mengeluarkan instruksi kardinal cisneros untuk melakukan tindakan keras terhadap kaum muslim di spanyol dan bertindak cepat  dalam mengkristenkan mereka secara paksa.
Mesjid Grenada diubah menjadi katedral, mushaf-mushaf dan kitab-kitab tafsir dan fiqih islam dibakar, kaum muslimin di berbagai tempat diusir, dan mereka dipaksa untuk ,urtad dari islam.
3.  Pemberontakan  muslim Andalusia  terhadap pemerintah Spanyol. (907 H/1502 M)
            Kaum muslimin Andalusia melakukan pemberontakan untuk melawan kesewenang-wenangan pemerintah Ratu Isabella yang telah mengkhianati klausul klausul perjanjian.
            Mereka memberontak di pegunungan al-Busyrah dan  Gunung Merah. Mereka mengepung tentara Spanyol dan menghujani mereka dengan batu dari atas gunung sehingga ratusan tentara terbunuh, termasuk beberapa komandan Spanyol, seperti Fransisco Armez dan Alfonso Agulier. Ketika berita itu sampai ke Isabella, ia segera mengirim sebuah pasukan besar untuk mengepung pegunungan itu beserta para pemberontak di sana hingga mereka kelaparan dan terancam kematian. Pemberontakan yang telah berlangsung hampir 2 tahun berhasil meredam dan berakhir setelah Spanyol membiarkan kaum muslimin menyebrang ke Afrika Utara.
            Pada tahun 1508 M Kardinal Zamniz memperingatkan seluruh penduduk muslim agar menyerahkan buku-buku dan manuskrip-manuskrip yang ada di perpustakaan-perpustakaan mereka. Jika tidak mereka akan mendapat siksaan keras.
            Dalam beberapa hari saja, kardianl telah mengumpulkan ribuan buku  dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia meilih buku-bukudan manuskrip-manuskrip  yang dianggapnya berguna membangun ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Lalu ratusan ribu buku lainnya dibakar di sebuah lapangan terbuka di grenada, yang disebut Bab ar-Ramallah. Pembakaran tersebut dipimpin oleh raja Spanyol dan para pendeta katolik.
            Pada tahun 1521 M Penduduk Valencia memberontak terhadap raja Spanyol, Carlos. Raja tidak menemukan cara lain selain mengirim ribuan tentaranya untuk menumpas pemberontakan tersebut. Mereka membakar lahan- lahan pertanian, pusat-pusat perdagangan dan sumber kehidupan kaum muslim di kota tersebut. Tentara Spanyol itu menyerang dan membantaikaum muslimin, serta merampas harta milik mereka. Carlos tak peduli, walaupun ia telah berjanji meleindungi mereka setelah membayar upeti.
4.  Pembentukan Dewan Investigasi oleh Carlos  (933 H/1526 M)
            Dewan investigasi pertama dibentuk di Grenada atas perintah Raja Spanyol, Carlos, dengan tujuan untuk menyelidiki orang-orng islam yang pura-pura masuk kristen. Semua orang islam dipaksa agar jangan menggunakan bahsa arab, serta tidak boleh mengerjakan sholat, puasa, menggunakan nama Arab, berdo’a dengan do’a Islam atu menuburkan jenazah menurut syari’at Islam. Mereka jjuga dipaksa untuk minum khamar, memakan dagng babi dan bangkai, laki-laki tak boleh dikhitan dan orang mati harus dikuburkan menurut upacara agama Khatolik.
5.  Pembakaran terhadap muslim (936 H/1529 M)
            Penindasan terhadap kaum muslimin terus menungkat. Dewan yang sadis menghukum sekelompok kaum muslimin dengan cara dibakar hidup-hidup diatas bara api yang menyala di salah satu sudut kota Grenada. Peristiwa tersebut dilakukan hanya untuk meneror kaum muslim diseluruh penjuru Spanyol.
6.  Pelarangan syi’ar islam di Spanyol oleh Phillip II (975 H/1567 M)
            Raja Panyol Phillip II, menuruti saran penasehatnya untuk mengkristenkan kaum muslimin dan melarang syai’at Islam. Ia mengeluarkan peraturan bahwa seluruh rumah kaum muslimin di Spayol harus terbuka, tanpa pintu, agar segala pekerjaan mereka yang berpura pura masuk kristen di dalamnya dapat terlihat. Kamar-kamar mandi yangn digunakan untuk berwudhu dihancurkan, penggunaan bahasa arab dalam bentuk apapun dilarang. Setiap upacara pernikahan, kelahiran, dan kematian harus disaksikan  oleh wakil dari gereja khatolik. Walaupun demikian, kamum muslim tetap mampu mempertahankan agamanya.
7.  Penyembelihan terhadap kaum muslimin (979 H/1571 M).
            Philip II memerintahkan tentaranya untuk menyembelih perempuan dan anak-anak Muslim sehingga lapangan-lapangan terbuka di Grenada berubah menjadi lapangan pembantaian oleh komandan tentara Spanyol, Richwins, di hadapan kaum Muslimin yang lain. Adapun yang masih hidup di perbudak.
8.  Pemberangkatan muslimin  dari Aragon Valencia dan Wilayah sekitarnya (1019 H/1610 M)
            13000 umat islam diberangkatkan dari Valencia ke afrika Utara. Peraturan tersebuut dilaksanakan secara paksa, dimana umat Islam dilarang membawa harta dan bekal milik mereka. Dan berangkat menggunakan kapal menuju pantai Afrika tanpa membawa pakaian, makanan ataupun minuman. Pembarangkatannya dilakasanakan 6 tahun berturut-turut.
            Pemberangkatan dilakukan karena Pemerintah spanyol meras cemas akan bertambahnya umat islam di wilayah Valencia (timur Spanyol) dan kerjasama mereka, baik secara sembunyi- sembunyi maupun secara terang-terangan akan mengganggu  pemerintahan Spanyol.
            Pada tahun 1660 M, Pemerintah Spanyol diwilayah Aragon (terletak di timur laut Valencia yang berbatasan dengan prancis) mengikuti kebijakan Pemerintah Di Valencia sehingga  mengusir 200.000 umat islam umat Islam.
            Pengusiran Kaum muslimin tidak hanya pada daerah Grenada, Valencia, danAragon. Akan tetapi meliputi sebagian besar Spanyol dan Portugal. Kaum Muslimin yang meninggalkan rumah berkisar antara 500.000 hingga 3 juta. Namunjumlah yang sampai ke daerah tujuan di Afrika Utara dan Wilayah yang dikuasai pemerintah Utsmani di eropa selatan mencapai 4 juta jiwa. Mereka yang meninggal, terbunuh, atau tenggelam tidak kurang dari 60000 jiwa.
            Pemberangkatan paksa tersebut berakhir pada masa raja Philip III. Kebijakan tersebut menyebabkan Spanyol kehilangan Penduduk yang giat dalam perekonomian
9.  Pemberontakan  ke-2 muslimin  (1069 H/1658 M)
            Para pemuda dan kaum Muslimin memberontak dan mengepung kota Grenada sehingga menimpakan kerugian besar menimpa kerugian besar  terahadap pasukan keamanan di sana. Ketika kaum muslimin di desa-desa dan kota kota bertetangga mendengar adanya pemberontakan itu. Mereka turut ikut bergabung. Mereka datang dari lebih dari 20 kota dan desa, terutama wilayah busyrah  (selatan grenada yang terbentang di laut mediterania)
            Akhirnya pemerintah Spanyol berjanji akan mengkaji tuntutan mereka. Namun pasukan Spanyol tetap membantai dan memperkosa kaum wanita, manghancurkan rumah-rumah dan membakar lahan-lahan.  Mendengar hal itu kaum muslimin kembal melakukan pemberontakan.  Sehingga raja Spanyol menarik pasukannya di Italia untuk mengepung bukit-bukit yang merupakan tempat pemberontak selama beberapa bulan. Raja pun memerintah utuk menangakp setiap laki-laki muslim yang berusia 14 tahun. Dengan berlalunya waktu, para pemberontak semakin melemah akibat kekurangan air, makan dan persediaan senjata. Akhirnya berakhirlah pemberontakan terbesar kaum muslimin di Andalusia
            Pada pertengahan abad empat belas, di Valensia posisi umat muslim semakin memburuk, muslim di bebani kewajiban finansial tambahan. Urusan kemiliteran di bebankan pada budak-budak muslim, sehingga menyebabkan penduduk muslim merdeka jatuh pada kelompok budak. Pada tahun 1311, raja James II melarang pengumandangan panggilan sholat (AZAN), meskipun pada tahun 1357 pengumandangan azan dengan suara tidak keras diperbolehkan dengan pembayaran tertentu.
            Pada  akhir abad empat belas, pihak kristen antusias terhadap upaya pengkristenisasi pemeluk Yahudi dan Muslim dan upaya penyerangan agama di Spanyol. Pada tahun 1391 umat Yahudi di paksa menerima Baptisme. Pada tahun 1479 program pemaksaan agama diresmikan, dan orang yahudi di minta memilih di antara Baptisme atau pengusiran.
            menandai awal berakhirnya sejarah warga Muslim di Spanyol. Meskipun terdapat perjanjian yang menjamin kebebasan beragama muslim dan harta mereka. Pada tahun 1501 perundangan Spanyol memaksa pihak muslim memilih di antara  berpindah agama atau di keluarkan dari Spanyol. Pada 1556 pakaian arab dan muslim di larang beredar di Granada, dan pada 1566 Philip II mengeluarkan keputusan bahasa arab tidak boleh lagi digunakan. Akhirnya pada tahun 1609 Philip III mengusir umat muslim dari Spanyol. Mereka mengungsi ke Afrika Utara di mana warga Andalusia ini sekali lagi berperan dalam pengembangan peradaban Islam[41].

H. Kesimpulan.
            Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika Utara. Wilayah Andalusia yang sekarang disebut dengan Spanyol diujung selatan benua Eropa, masuk kedalam kekuasaan dinasti bani Umayah semenjak Tariq bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan pasukan Spanyol pimpinan Roderik Raja bangsa Gothia (92 H/ 711 M). Spanyol diduduki umat islam pada zaman kholifah Al-Walid (705-715), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
            Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Perkembangan itu dibagi beberapa masa
1. masa daulah bani umaiyah II
   a. masa wali.
   b. masa keamiran.
   c. masa khalifah.
2. pasca bani umaiyyah II.
   a. muluk al- thawaif.
   b. dinasti murabbithun.
   c. dinasti muwahhidun.
   d. dinasti bani ahmar.
            Kemajuan peradaban itu dipengaruhi oleh kemajuan intelektual yang di dalamnya terdapat ilmu filsafat, sains, fikih, musik dan kesenian, begitu juga dengan bahasa dan sastra, dan kemegahan pembangunan fisik. 
            Faktor-faktor pendukung kemajuan Spanyol Islam, diantaranya kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir. 
            Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah dan adanya toleransi yang ditegakkan oleh penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi.
             
kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara lain, konflik Islam dengan Kristen,tidak adanya Ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan keterpencilan.
                                                                                           










                                                           




                                                DAFTAR PUSTAKA.
            A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam , Jilid 2 Jakarta:Pustaka alhusna, 1983 Cet. 1,
                Al-Usayri, Ahmad.  Sejarah Islam, Jakarta: Akbar, 2004
Anisah Bahyah Hj. Ahmad & Azman Hj. Yusof.. ‘Monarki di Andalus: Konsep dan Impak,’ dalam Muhammad Azizan Sabjan et. al. (ed.), Prosiding Seminar Antarabangsa Andalusia 1300 Tahun, PulauPinang: Jabatan Mufti Negeri Pulau Pinang, 2008

Azam bin Hamzah. 1994. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Andalus pada Zaman Pemerintahan BaniUmayyah. Disertasi. Bangi: Fakulti Pengajian Islam UKM,

Bertold Spuler, he Muslem World: A Historical Survey, eiden: E.J. Brill, 1960,

            Bosworth C.E, Dinasti-Dinasti Islam , Bandung : Mizan, 1993.

            Ira M.Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam , Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 1985
            Katalog Dalam Terbitan (KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Logos Wacana Ilmu Jakarta 1996
            Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969
            Majid Mun’im Abdul, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997
            Maruwiah Ahmat. 2003. Sejarah Bani Umaiyah Di Andalus, Selangor: Karisma Publication Sdn. Bhd.,
            Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: Pustaka jaya, 1986
            Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, Surabaya: Risalah Gusti, 1996
            Nur Hakim, Moh.  sejarah peradaban Islam .Malang :Universitas Muhammadiyah, 2004
            Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur, Penada Media: 2003
            Tomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam , Jakarta:Wijaya, 1983,
            W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian kritis dari tokoh orientalis. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990
            Yahya Mahayuddin , Ahmad Jaelani Halimi, Sejarah Islam , Bandung : Fajar Bakti SDN, BDN, 1993
            Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT: Gravindo Persada : 2003.


                [1] Katalog Dalam Terbitan(KDT), Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta 1996.
[2] Badri Yatim., Sejarah peradaban Islam , , (Jakarta:Pt RajaGrafindo Persada,2000), 88
[3] Mahayayuddin, Hj. Yahya, Sejarah Islam , (Selangor: Fajar BaktiSdn,Bhd, 1995)cet.ke- 5, 337
[4] A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam , Jilid 2 (Jakarta:Pustaka alhusna, 1983) Cet. 1, 154
[5] Badri Yatim., Sejarah peradaban Islam , Ibid., 89
[6] Azam bin Hamzah. 1994. Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Andalus pada Zaman Pemenrintahan Bani Umayyah. Disertasi. Bangi: Fakulti Pengajian Islam UKM, hlm. 45.
[7] Bertold Spuler, he Muslem World: A Historical Survey, (eiden: E.J. Brill, 1960), 100
[8] Anisah Bahyah Hj. Ahmad & Azman Hj. Yusof. 2008. ‘Monarki di Andalus: Konsep dan Impak,’ dalam  Muhammad Azizan Sabjan et. al. (ed.), Prosiding Seminar Antarabangsa Andalusia 1300 Tahun, PulauPinang: Jabatan Mufti Negeri Pulau Pinang, hlm. 54.
[9] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam ., Ibid., 93
[10]Tomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam , (Jakarta:Wijaya, 1983), 118
                        [11] Badri Yatim, Op Cit, hlm.  93-94
[12] Mahayayuddin, Hj. Yahya, Log,Cit, 244
[13] Ibid.344
                        [14] Musyrifah Sunanto,sejarah islam klasik, (Jakarta Timur, Penada Media:2003), hlm 119 
[15] Mahayayuddin, Yahya, Sejarah Islam , Ibid.350-351
[16] Moh. Nur Hakim, sejarah peradaban Islam (Malang :Universitas Muhammadiyah, 2004) hal 123
                [17] Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 261
                [18] Ibid, hlm245
            [19] Masjid fakhri, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Pustaka jaya, 1986), hlm. 357
                        [20] Mehdi Nakosteen, Op,Cit. hlm. 241
                [21] Badri Yatim, Log,Cit hlm. 107
                        [22] Ibid, hlm. 107.
                        [23] Lutfi abd al-Badi, al-Islam fi Isbaniya, (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1969), hlm 25
                [24] Ahmad Al-Usayri,  Sejarah Islam, (Jakarta: Akbar, 2004), hlm. 345
                [25]  Ibid, hlm 346.
[26] C.E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam , (Bandung : Mizan, 1993)hlm 35
[27]  Badri Yatim, Log, Cit. hlm 98
[28]  Op.Cit hlm 36,37.
[29] Maruwiah Ahmat. Sejarah Bani Umaiyah Di Andalus, (Selangor: Karisma Publication Sdn. Bhd. 2003),hlm. 75.
[30]  Ibid hal 112
[31]  Ibid hal 113
[32]  Ira M.Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam , (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 1985) hlm 590
[33] Moh Nur Hakim, Sejarah dan Peradaban Islam , (Malang : UMM Press 2004) hlm 114
[34]  Ibid hlm 115
[35] Ibid hal 114
[36] Badri yatim, Log,Cit. Hlm 99
[37]  Ibid.,
[38]  Yahya Mahayuddin ,dkk, Sejarah Islam , (Bandung : Fajar Bakti SDN, BDN, 1993)hlm 360.
[39]  Ibid  hlm 361
                [40]  Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam , hlm. 100.
                [41] Ira M.Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1999), 598-599

Tidak ada komentar:

Posting Komentar