PERUMPAMAAN
(MATSAL) DALAM AL-QUR’AN
I. PENDAHULUAN.
Salah satu
keunikan al-Qur’an ialah segi metode pengajaran dan penyampaian pesan-pesannya
ke dalam jiwa manusia. Metode al-Qur’an menyampaikan pesan-pesan tersebut
adalah metode yang paling singkat, mudah dan jelas. Dan salah satu metode
pengajaran al-Qur’an yakni penyampaian melalui ungkapan matsal (perumpamaan; jamak amsal)[1]
Al-Qur’an
mengajak kepada umat manusia untuk mempertahankan dan mendengarkan amsal-amsal, sebab dengan amsal akan ditemukan suatu kebenaran
yang hakiki mengenai kekuasasan Allah swt. Di samping itu, amsal juga berguna sebagai sarana untuk menginterpretasikan
permasalahan atau peristiwa yang belum dipahami oleh umat manusia.
Manusia
dapat menelaah dan mengamalkan ajarannya sebagaimana pesan al-Qur’an. terutama
terletak pada kesempatan bahasa yang digunakannya. Bahasa al-Qur’an
menjanjikan kenyataan yang realistis, peristiwa masa lalu yang tekstual,
kisah-kisah yang dituturkan turun temurun, perumpamaan-perumpaman yang tepat
dan kena sasaran, pemandangan mengenai hari kiamat, gambaran yang kontras
antara kenikmatan dan siksaan, keteladanan dan kesetiakawanan antara sesama
manusia, semuanya terpadu menyatakan antar alam pikiran dengan kenyataan serta
menyentuh dalam hati nurani.
Mengenai
pesona bahasa ini sering dikaitkan dengan kemu’jizatan al-Qur’an. Letak
kemu’jizatannya itu salah satu diantaranya ialah pada “amsalnya”. Terdapat sejumlah amsal
dalam al-Qur’an, dibentangkan supaya manusia senantiasa berpikir dan berzikir.
Ayat-ayat amsal merupakan pelajaran yang sangat
berharga dalam kehidupan sehari-hari terutama kaitannya dengan ilmu pengetahuan
dan keimanan, di dalam ayat-ayat amsal dapat ditemukan berbagai karakter
umat.
Al-Quran
juga telah memberikan dan menunjukkan
beberapa bukti tentang kebenaran dan keesaan Tuhan. Namun
demikian, kesombongan seringkali mendorong seseorang untuk membangkitkan
keraguan dan mengacaukan hakikat-hakikat tersebut dengan berbagai kerancuan yang
dibungkus eksistensi al-Quran merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat Islam,
namun sebagian umat manusia masih ada yang menginkari al-Quran sebagai pedoman
hidup manusia. Al-Quran merupakan seruan Allah kepada seluruh umat manusia.
Kebenarannya tidak diragukan lagi, nyata di hadapan kita
namun masih ada sebagian orang yang mengupayakan kebathilan untuk menginkari
hakikat-hakikatnya. Sehingga mereka selalu membungkam intrik-intrik nya
secara kongkrik dan realitas serta menghadapi mereka dengan menggunakan uslub bahasa yang memuaskan, argumentasi
yang pasti dan bantahan yang tegas.[2] Oleh
karena itu kita sebagai umat Islam harus meyakini kebenaran al-Quran, kita
tidak boleh terpengaruh dengan argumen-argumen yang mereka berikan kepada
kita yang akan mengingkari kebenaran al-Quran. baju kebenaran serta
dihiasinya dalam cermin akal. Usaha tersebut perlu dihadapi dengan hujjah
agar hakikat-hakikat tersebut mendapat pengakuan yang semestinya dipercayai dan
bukan untuk diingkarinya.
Manusia sebagai makhluk individu atau masyarakat
memiliki banyak kebutuhan dan keinginan. Hal ini mengantarkan mereka melakukan
aktifitas guna memperoleh kebutuhan dan keinginan itu, sehingga sering terjadi
benturan antara kepentingan dan keinginan. Untuk menghindari kecelakaan
maka perlu ada aturan yang mengatur sehingga kecelakaan dapat dihindari. Aturan
yang dimaksud adalah al Quran dan Hadits Nabi. Di sisi lain manusia memiliki
kecenderungan untuk mendahulukan kepentingan dan keinginannya. Oleh karena itu
jika seseorang atau kelompok saja yang menetapkan peraturan itu, maka sangat
boleh jadi mereka akan mementingkan diri atau kelompoknya saja. Di
samping itu manusia tidak mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya dan bahkan
banyak hal yang tidak diketahuinya. Ambillah sebagai contoh peristiwa
kematian dan apa yang terjadi sesudahnya, yang jelasnya bahwa yang paling mengetahui
tentang hal ini adalah sang pencipta yakni Allah SWT. Yang tidak memiliki
kepentingan apapun, jika demikian maka yang paling tepat menyusun peraturan
itu adalah Allah SWT. Dari sinilah Dia menganugrahkan petunjuk keagamaan.
Sayang tidak semua manusia mampu meraih petunjuk itu. Hal ini disebabkan karena
kesucian dan kecerdasan manusia bertingkat-tingkat, Oleh karena itu Allah SWT memilih dan mengutus
orang-orang tertentu untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang
peraturan-peraturan yang dimaksud. Dan manusia pilihan itu adalah para Nabi dan
Rasul.Terkhusus kepada Rasulullah SAW. Diturungkan wahyu kepadanya untuk dijadikan
risalah bagi seluruh umat manusia.[3]
Terkait masalah wahyu yang
diturungkan oleh Allah SWT. Yang menjadi pedoman bagi umat manusia tentunya
berbagai macam masalah baik dari kalangan umat Islam itu sendiri maupun dari
kalangan non Islam. Dalam hal ini berbagai macam perbedaan pendapat yang
menimbulkan perdebatan, perdebatan-perdebatan dalam al-Quran inilah yang akan
menjadi kajian dalam makalah ini. Namun sebelum kami mengkaji lebih jauh
maka perlu dipahami bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar-wajar saja,
karena setiap manusia di berikan akal untuk berfikir. Proses berfikir pada
tiap-tiap manusia yang menyebabkan manusia berbeda pendapat. Oleh karena itu
kami akan uraikan pengertian, bentuk-bentuk jadal Al Quran dan faedahnya
dalam penyampaian pesan-pesan.
II. PERUMPAMAAN (MATSAL) DALAM AL-QUR’AN.
1. Pengertian
Perumpamaan (Matsal).
Sebelum
lebih jauh mengkaji pengertian amtsal al-Qur'an, perlu kiranya dijelaskan pengetian amtsal itu sendiri. Kata أمثال merupakan bentuk jamak dari مثل secara bahasa mempunyai arti yang cukup
variatif sesuai dengan bentuk
pola/wazan kata tersebut. Diantaranya adalah ماثل yang berarti menyerupai, (مثل ) yang berarti menyerupakan, mencontohkan, menggambarkan, (تمثل) yang berarti tergambar, terbayang, menjadi contoh, مثل atau
مثل yang berarti sama, serupa, contoh, teladan, tipe dan مثال yang berarti model, tipe.[4]
Secara istilah amtsal atau matsal terdapat
beberapa pendapat ulama yaitu :
Abu al-Wafa' Muhammad Darwis memberikan pengertian amtsal
sebagai berikut :
المثل قول فى شيء يسبه قولا أخر فى شيء أخر
بينهما مسابهة ليبين أحدهما الآخر ويصوره[5]
Artinya: "Matsal adalah perkataan terhadap sesuatu yang
menyerupai perkataan lain pada sesuatu lain yang antara keduanya terdapat
persamaan agar salah satunya menjelaskan yang lain atau menggambarkannya".
Yang
dikatakan dengan amtsal apabila di dalamnya ada keserupaan antara dua
obyek. Kemudian obyek yang datang kemudian (musyabbah bih) menjelaskan
sifat-sifat yang terdapat dalam musyabbah.
Ahmad
Iskandari dan Musthafa 'Inani Bey menjelaskan definisi amtsal
sebagai berikut :
المثل قول محكى سائر يقصدمنه تشبيه حال الذى
حكى فيه بحال الذى قيل لأجله [6]
Artinya: Matsal adalah cerita (ucapan) yang sudah menjadi
suatu ungkapan yang tersiar (umum) yang tujuannya mempersamakan keadaan sesuatu
yang tengah dibicarakan dengan keadaan sesuatu yang pernah dibicarakan orang.
Definisi di atas memberikan persyaratan amtsal, yaitu
musyabbah atau sesuatu yang
dijadikan obyek perumpamaan yang
berupa perkataan atau ungkapan haruslah sudah dikenal umum oleh orang banyak. Kemudian
antara kedua obyek musyabbah dan musyabbah bihnya
harus ada persamaan.
Definisi
selanjutnya seperti dijelaskan oleh mufassir Ahmad Musthafa al-Maraghi (
1888 M-1952 M) yaitu :
المثل و المثل والمثيل كالشيه والشبه والشبيه وزنا ومعنا ثم استعمل فى بيان حال شيء وصفته التى توضحه وتبين حاله كقوله : ولله المثل الأعلى[7]
Artinya: "Al-Matsal, al-Mistl, dan al-Matsil bobot dan
maknanya sama dengan kata-kata Syabah, syibh, dan syabih. Kata iersebut
kemudian digunakan dalam rangka menjelaskan keadaan sesuatu dan sifat-sifatnya
yang menjelaskan hal ihwalnya, sebagaimana firman Allah : "Bagi Allah
sifat Maha Tinggi".
Dari
definisi di atas, Al-Maraghi tidak membedakan antara tamtstl dengan tasybih.
Kedua-duanya — tamtsil dan tasybih - berupaya menjelaskan
keadaan gesuatu atau sifat yang melekat pada suatu obyek,
Mufassir
lainnya yang memberikan definisi amtsal adalah
Muhammad Rasyid Ridha yaitu :
ومثل الشيئ
– بالتحريك-
صفته
التى
توضحه
وتكشف
عن
حقيقته
او
يراد
بيانه
معناه
واحواله,
ويكون
حقيقة
ومجازا
وابلغه:
تمثيل
المعانى
المعقولة
بالصور
الحسية
وعكسه
ومنه
الأمثال
المضروبة
وتسمى
الأمثال
السائرة
ومنه
ما
يسميه
البيانيون
الإستعارة
التمثيلية
وهو
خاص
بالمجاز.
والتمثيل
أمثل
أساليب
البلاغة
وأشدها
تأثيرا
وإقناعا
للعقل[8]
Artinya: Perumpamaan sesuatu —dengan fatha pada huruf tsa'- yaitu
sifat dari sesautu yang menjelaskan maksudnya yang hakiki. Maksud yang
dikehendaki penjelasannya dengan menyebutkan sifatnya dan keadaannya. Matsal
itu ada kalanya bersifat "majaz” (figuratif, dipakai sebagai kata
pinjaman). Majaz yang paling baligh (mantap dalam memberikan kesan) ialah majaz
yang mampu menggambarkan arti yang terdapat dalam pikiran menjadi gambaran yang
inderawi, dan sebaliknya. Diantaranya ialah "al-matsal al-madlrubah",
yang dinamakan matsal yang tersiar luas. Dan ada pula yang diberi nama oleh
para ahli ilmu bayan "al-isti'arah at-tamtsiliyah "yang khusus
bersumber dari majaz. Adapun at-tamtsil adalah uslub balaghah yang paling
tepat, paling kuat dalam memberi bekas dan paling kena menurut akal
Definisi di atas membuktikan bahwa Rasyid
Ridla sangat menghargai amtsal, sebab memberikan penjelasan dengan
menggunakan amtsal, figuratif (majaz.) yang disampaikan akan
lebih mudah ditangkap oleh akal daripada tanpa amtsal . Selain itu pula matsal
memberikan kesan yang amat mendalam.
Selanjutnya menurut Az-Zamkahsyari (467 H-538
H) lafazh matsal pada dasarnya berarri mitsl, yakni al-Nazhir yang
bermakna sebanding atau sama. Al-Matsal
digunakan untuk mengekspresikan :
a.
perumpamaan, gambaran, atau penyerupaan;
b.
Kisah atau cerita jika keadaannya asing atau sesuatu
yang abstrak;
Berdasar definisi di atas, menurut Az-Zamakhsyari matsal
mempunyai beberapa ciri yaitu adanya keserupaan antara kedua obyek,
mengkongkretkan sesuatu yang masih abstrak, dan menjelaskan sifat atau keadaan
yang masih remang-remang.
Selain definisi-definisi yang telah diuraikan di atas,
terdapat pendapat lain yang mcngatakan bahwa amtsal adalah menonjolkan
sesuatu makna (yang abstrak) dalam bentuk yang inderawi agar menjadi indah,
menarik, padat serta mempunyai pengaruh yang mendalam terhadap jiwa, baik
berupa tasybih ataupun perkataan bebas atau bukan tasybih. Dengan
pengertian ini maka matsal tidak disyaratkan harus mempunyai maurid sebagaimana
disyaratkan pula harus berupa majaz murakkab,[10]
Dari beberapa definisi matsal baik menurut ahli
bahasa maupun menurut ahli tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa matsal merupakan
segala bentuk ungkapan perkataan yang dikemukakan dengan maksud menyerupakan
keadaan, sifat sesuatu obyek dengan sesuatu yang dijadikan perumpamaannya. Susunan
kalimat yang ringkas dan menarik atau menimbulkan kekaguman dalam jiwa
diharapkan membantu untuk memudahkan pemahaman seseorang dalam menggali keadaan
atau sifat yang melekat pada sesuatu, baik itu berupa seseorang maupun keadaan
dengan mencarikan sesuatu yang mempunyai kesamaan atau keserupaan dengan tujuan
agar salah satunya menjelaskan yang lain atau menggambarkannya.
2. Kaitan Antara Tasybih
dan Amsal.
Sebelum membahas tentang kaitan antara tasybih dan amsal ada
baiknya penulis memaparkan penjelasan tentang tasybih.
a. pengertian tasybih.
Secara
terminologi ada beberapa pendapat pakar yang memberikan definisi tasybih seperti dikutip oleh as-Suyuthi[11]
yaitu :
Menurut Al-Sikkaki tasybih adalah:
الدلالة على مشاركة أمر فى معنى
Artinya:“Ungkapan yang
menunjukkan kesamaan makna sesuatu dengan sesuatu yang lain”
Ibn Abi al-Ishaba berpendapat bahwa tasybih adalah
:
إخراج الأغمض إلى الأظهر
Artinya: Upaya menjelaskan hal
yang samar atau rumit agar menjadi jelas atau konkret
Ulama lain mendifinisikan :
أن تثبت للمشبه حكما من أحكم المشبه به
Artinya: Mengukuhkan salah satu
karakter atau hukum musyabbah bih kepada musyabbahnya.
Ketiga
pendapat di atas pada dasarnya sependapat mengenai definisi tasybih. Upaya mencari sisi
persamaan dari dua obyek (musyabbah dan musyabbah bih) seperti
pendapat as-Sikaki adalah sama halnya berupaya menjelaskan hal yang masih samar
atau rumit menjadi jelas maknanya. Namun demikian definisi tasybih yang
paling dekat dengan definisi tamsil adalah sebagaimana pendapat Ibn Abi
al-Ishaba.
b. Macam-macam Tasybih
1. Tasybih ditinjau dari kedua ujungnya
a. Menyerupakan lafadz mufrod kepada mufrod
lagi, seperti menyerupakan wajah cantik kepada kembang ros. Wajah syabbahnya:
sama disenangi.
b. Menyerupakan lafadz mufrod kepada murokab,
seperti menyerupakan saudara kandung kepada bendera dari Yakut yang
dibentangkan diatas tembok dari Jabarjad. Wajah syabbahnya, sama-sama
bagus kelihatanya.
c. Menyerupakan lafadz murokab kepada murokab
lagi.
d. Menyerupakan
lafadz murokab dengan lafadz mufrod. Seperti menyerupakan siang hari yang
diterangi dengan matahari yang terang yang dicampuri dengan tanaman yang tumbuh
di tempat yangtinggi (musyabbah) diserupakan dengan malam yang diterangi dengan
bulan. Wajah syabbahnya ialah
sama-sama kurang terang”
2. Tentang Sifat tasybih ditinjau dari
kedua ujungnya
a. Tasybih malfuf Yaitu mula-mula
didatangkan beberapa musyabbah dengan system athaf dan
sebagainya, lalu musybbah bihnya pun begitu pula,
b. Tasybih mafruq Yaitu mendatangkan musyabbah
dan musyabbah bih, lalu musyabbah dan musyabbah bih lagi
sampai beberapa tasybih Contoh: النشر مشك والوجوه دنانير واطراف الاكف عنم “adapun harum bau wanita-wanita itu
laksana minyak kasturi, muka-mukanya laksana uang dinar (pada kuning dan
bercahaya),dan jari tanganya laksana dahan kayu merah yang halus.”
c. Tasybih taswiyah Yaitu banyak
musyabbahnya, sedangkan musyabbah bihnya hanya satu. Contohnya: كالليلى كلاهما صدغ الحبيب وحالى “adapun rambut yang melambai-lambai
kepada pelipis kekasihku dan keadaanku, kedua-duanya seperti malam.”
d. Tasybih jamak Yaitu banyak musyabbah
bihnya, sedangkan musyabbahnya hanya satu (kebalikan dari tasybih
taswiyah). Contoh: كأنما يتبسّم عن لؤلؤ منضض او برد او قاح “bila ia tersenyum,
gusinya seperti mutiara yang disusun atau sepertiair hujan es (gemerlap) atau
seperti iqoh (sejenis rumput yang wangi, daunya putih dan kembangnya kuning).
3. Ditinjau dari keadaan wajah syabbahnya
a. Tasybih tamsil yaitu tasybih
yang mana keadaan wajah syabbahnya terdiri atas gambaran yang dirangkai
dari keadaan beberapa hal. Seperti orang yang ragu-ragu dalam menghadapi
pekerjaannya. Contohnya: إني أراك تقدم رجلا وتؤخر أخرى “sesungguhnya aku
melihatmu seperti kamu memajukan sebuah kaki sambil memundurkan yang satunya
lagi”
b. Tasybih ghairu tamsil
adalah tasybih yang wajah syabbahnya tidak terdiri dari rangkaian
gambaran beberapa hal. Wajah syabbahnya terdiri atas satu hal (mufrad). Tasybih ini kebalikan
dari tasybih tamtsil. كلا
مك مثل السهد فى الحلاوة "Ucapanmu manis bagaikan madu" هو بحر
السماح و الجود فازدد منه قربا تزدد
من الفقلر بعدا
“Ia adalah lautan kemurahan. Tingkatkan pendekatanmu kepadanya, maka kamu akan
bertamabah jauh dari kefakiran.”
c. tasybih mujmal yaitu tasybih
yang dibuang wajah syabbahnya. Contoh:
$tB
â‘x‹s?
`ÏB
>äóÓx«
ôMs?r&
Ïmø‹n=tã
žwÎ)
çm÷Gn=yèy_
ÉOŠÏB§9$%x.
Artinya: angin itu tidak membiarkan satupun yang dilaluinya, melainkan dijadikannya seperti serbuk. (qs,
adz-Dzariat:42).[12]
d. tasybih
khofi yaitu yang sukar dimengerti wajah syabbahnya kecuali orang
yang cerdik. Contohnya, هم كالحلقة المفرغة لايدرى اين طرفاها “mereka itu seperti
kalung yang direndam yang tidak diketahuimana ujungnya”
e. tasybih jalli yaitu tasybih
yang dimengerti wajah syabbahnya.
f. Tasybih mufashol yaitu Tasybih yang
menyebutkan wajah syabbahnya. Contoh:
ã@sWtB šúïÏ%©!$# (#rä‹sƒªB$# `ÏB Âcrߊ «!$# uä!$uŠÏ9÷rr& È@sVyJx. ÏNqç6x6Zyèø9$# ôNx‹sƒªB$# $\F÷t/ (
¨bÎ)ur šÆyd÷rr& ÏNqã‹ç6ø9$# àMøŠt7s9 ÏNqç6x6Zyèø9$# (
öqs9 (#qçR$Ÿ2 šcqßJn=ôètƒ
Artinya: Perumpamaan orang-orang yang
mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang
membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba
kalau mereka Mengetahui.”( QS. Al-Ankabut : 41)[13]
4. Ditinjau dari adat tasybihnya
a. Tasybih mursal Menyebutkan adat tasybihnya,
seperti محمد كالبدر
b. Tasybih muakkad Membuang adat tasybihnya,
seperti محمد بدر
5. tasybih ditinjau dari segi adat dan wajah
syabbah
a. Tasybih Baligh, yaitu: Tasybih
yang dibuang adat dan wajhu syibahnya, seperti:
BLà¼
íNõ3ç/
Ò‘ôJãã
öNßgsù
Ÿw
tbqãèÅ_ötƒ
ÇÊÑÈ
Artinya: mereka
tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar), (QS. Al-Baqarah :18)[14]
b. Tasybih Ghair Baligh, yaitu Tasybih
yang disebut adat dan wajhu syibahnya, seperti: هُوَ كَاللَّيْثِ فِي الشَّجَاعَةِ Keberaniannya laksana singa
6. Tasybih yang keluar dari kebiasaan
a. Tasybih maqbul Yaitu suatu jenis tasybiyah
yang posisi musyabbahnya dijadikan musyabbah bih, sehingga
sehingga yang seharusnya musyabbah dijadikan musyabbah bih, dan
yang seharusnya musyabbah bih menjadi musyabbah dengan anggapan
wajah syabbah pada musyabbah lebih kuat. Conoh: كأن سواد اليل شعر فاحم "Seakan gelap malam itu adalah
rambut yang hitam" وبدا الصباح كان غرته وجه الخليفة حين يمتدح ” Pagi telah muncul, seakan-akan
gebyarnya adalah wajah khalifah ketika dipuji.”
b. Tasybih mardud/ dhimni adalah tasybih
yang keadaan musyabbah dan musyabbah bihnya tidak jelas
(implisit). Kita bisa
menetapkan unsur musyabbah dan musyabbah bih pada tasybih jenis ini setelah
kita menelaah dan memahaminya secara mendalam.
Dan tasybih jenis ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa hukum (
makna ) yang disandarkan kepada musyabbah itu mungkin adanya. Contoh: من يهن
يسهل الهوان عليه
# ما
لجرح بميت ايلام
“ Barang siapa yang merendah, maka akan mudah ia menanggung kehinaan. Luka bagi
mayat tidak memberinya sakit. “ Contoh perkataan Ibnu al-Rumi : قَدْ يَشِيْبُ الْفَتَى وَلَيْسَ عَجِيْباً اَنْ
يُرَى النَّوْرُ فِى الْقَضِيْبِ الرَّطِيْبِ
“ Kadang – kadang seorang pemuda beruban, dan hal ini tidaklah mengherankan.
Bunga ( pun ) dapat keluar pada dahan yang muda dan lembut.
adapun kaitan antara amsal dengan taybih adalah Amsal Al-Qur’an menampakkan pengertian
yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena dalam
jiwa baik dalam tasybih maupun majaz mursal.[15]
Dalam hal tasybih (penyerupaan/penyamaan)
didalam al-Quran cukup banyak, lebih dari 40 amsal yang mengandung tasybih
diantaranya adalah dalam Surat Al Jumu’ah
: 5, yaitu:
ã@sVtB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏdJãm sp1u‘öqG9$# §NèO öNs9 $ydqè=ÏJøts† È@sVyJx. Í‘$yJÅsø9$# ã@ÏJøts† #I‘$xÿó™r&
4 }§ø©Î/ ã@sWtB ÏQöqs)ø9$# tûïÏ%©!$# (#qç/¤‹x. ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# 4 ª!$#ur Ÿw “ωöku‰ tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÎÈ
Artinya:
perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada
memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah
buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada
memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (Qs. Al- Jumu’ah : 5)[16]
Dalam ayat ini Allah SWT
mengumpamakan orang orang Yahudi yang telah diberi kitab Taurat kemudian mereka
membacanya tetapi tidak mengamalkan isinya dan tidak membenarkan kedatangan
Nabi Muhammad SAW dengan binatang Himar (keledai) yang membawa kitab kitab yang
tebal dalam hal kemubadziran dari pekerjaannya. Maksud kalimat ini adalah untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas dan merangsang perasaan bahwa kitab Taurat
yang diturunkan oleh Allah kepada kaum Yahudi tidak bermanfaat sedikitpun jika
tidak diamalkan dan tidak membenarkan terhadap kandungan isinya. Perumpamaan
ini ditujukan kepada kaum Muslimin agar membenarkan Al-Quran dan melaksanakannya serta agar
jangan menyerupai orang Yahudi yang tidak menerima isi Taurat dan tidak
mengamalkannya.
Dari
penjelasan diatas penulis berpendapat bahwa tasybih
merupakan penyerupaan atau penyamaan, dan merupakan bagian dari amsal, yaitu amsal yang
menunjukkan tasybih (Amsal Mursalah
).
3. Macam-Macam
Perumpamaan (Matsal)
Matsal Qur’an itu ada tiga macam :
A. Matsal
Musarrahah.
Matsal
musarrahah ialah yang didalamnya di jelaskan dengan lafadz masal atau
sesuatu yang menunjukkan tasybih[17].
Amtsal yang seperti ini banyak di temukan dalam al-Qur’an dan berikut ini
adalah salah satu contoh:
öNßgè=sVtB È@sVyJx. “Ï%©!$# y‰s%öqtGó™$# #Y‘$tR !$£Jn=sù ôNuä!$|Êr&
$tB ¼ã&s!öqym |=ydsŒ ª!$# öNÏdÍ‘qãZÎ/ öNßgx.ts?ur ’Îû ;M»yJè=àß žw tbrçŽÅÇö6ムÇÊÐÈ BL༠íNõ3ç/ Ò‘ôJãã öNßgsù Ÿw tbqãèÅ_ötƒ ÇÊÑÈ ÷rr& 5=ÍhŠ|Áx. z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# ÏmŠÏù ×M»uKè=àß Ó‰ôãu‘ur ×-öt/ur tbqè=yèøgs† ÷LàiyèÎ6»|¹r& þ’Îû NÍkÍX#sŒ#uä z`ÏiB È,Ïãºuq¢Á9$# u‘x‹tn ÏNöqyJø9$# 4 ª!$#ur 8ÝŠÏtèC tûïÌÏÿ»s3ø9$$Î/ ÇÊÒÈ ßŠ%s3tƒ ä-÷Žy9ø9$# ß#sÜøƒs† öNèdt»|Áö/r& ( !$yJ¯=ä. uä!$|Êr& Nßgs9 (#öqt±¨B ÏmŠÏù !#sŒÎ)ur zNn=øßr& öNÍköŽn=tæ (#qãB$s% 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# |=yds%s! öNÎgÏèôJ|¡Î/ öNÏdÌ»|Áö/r&ur 4 žcÎ) ©!$# 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« փωs% ÇËÉÈ
Artinya: perumpamaan mereka adalah
seperti orang yang menyalakan api, Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya
Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat. mereka tuli, bisu dan buta, Maka tidaklah
mereka akan kembali (ke jalan yang benar), atau seperti (orang-orang yang
ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka
menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab
takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat
itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka,
mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka
berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan
penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS.
Al-Baqarah : 17-20).[18]
Dalam ayat tersebut, Allah mengumpamakan orang-orang
munafik dengan dua perumpamaan, yaitu diserupakan dengan api yang menyala
( كمثل
الذي استو قد نا را )
dan dengan air ( او كصيب من السما ء ) yang didalamnya ada unsur
kehidupan. Begiti pula Al-Qur’an diturunkan, pertama untuk menyinari hati dan
kedua menghidupkannya. Allah menyebutkan keadaan orang munafik juga di dalam
dua hal, mereka di umpamakan menghidupkan api untuk menyinari dan memanfaatkannya
agar dapat berjalan dengan sinar api tadi. Tetapi sayang mereka tidak bisa
memanfaatka api itu, karena Allah telah menghilangkan cahayanya, sehingga masih
tinggal panasnya saja yang akan membakar badan mereka, sebagaimana mereka tidak
menghiraukan seruan Al-Qur’an, Dan hanya berpura-pura membacanya saja.[19]
Begitu pula dalam perumpamaan kedua, dimana mereka diserupakan denga air hujan
yang turun dari langit, di sertai dengan kegelapan petir dan kilat sehingga
mereka menutup telinga dan memejamkan mata karena takut mati di sambar petir.
Hal inipun relevan dengan keadaan mereka yang mengabaikan Al-Qur’an dan tidak
menjalankan perintah-perintah-Nya yang mestinya bisa menyelamatkan, tetapi
karena tidak di indahkan maka justru membahayakan mereka.
2).Matsal
kaminah.
Matsal Kaminah,
ialah yang di dalamnya tiidak di sebutkan dengan jelas lafadz tamtsil )pemisalan) tetapi ia menunjukkan
makna-makna yang indah, menarik dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh
tersendiri bila di pindahkan kepada yang serupa dengannya, berikut ini ada
beberapa contoh matsal kaminah:
tûïÏ%©!$#ur !#sŒÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèùÌó¡ç„ öNs9ur (#rçŽäIø)tƒ tb%Ÿ2ur šú÷üt/ šÏ9ºsŒ $YB#uqs%
Artinya:
dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al-furqan : 67)[20]
Ÿwur ö@yèøgrB x8y‰tƒ »'s!qè=øótB 4’n<Î) y7É)ãZãã Ÿwur $ygôÜÝ¡ö6s? ¨@ä. ÅÝó¡t6ø9$# y‰ãèø)tFsù $YBqè=tB #·‘qÝ¡øt¤C ÇËÒÈ
Artinya:
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. Al-
isra’ : 29).[21]
Maksud
dari ayat diatas adalah jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu
Pemurah.
3). Amtsal
Mursalah.
yaitu kalimat-kalimat bebas yang
tidak menggunakan lafadz tasybih
dengan jelas. Tetapi kalimat itu berlaku sebagai masal.
Berikut Contoh-contohnya :
$£Jn=sù Ÿ@|Ásù ßNqä9$sÛ ÏŠqãZàfø9$$Î/ tA$s% žcÎ) ©!$# Nà6‹Î=tFö6ãB 9ygoYÎ/ `yJsù z>ÎŽŸ° çm÷YÏB }§øŠn=sù ÓÍh_ÏB `tBur öN©9 çmôJyèôÜtƒ ¼çm¯RÎ*sù ûÓÍh_ÏB žwÎ) Ç`tB t$uŽtIøî$# Opsùöäî ¾Ínωu‹Î/ 4 (#qç/ÎŽ|³sù çm÷YÏB žwÎ) WxŠÎ=s% öNßg÷YÏiB 4 $£Jn=sù ¼çny—ur%y` uqèd šúïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä ¼çmyètB (#qä9$s% Ÿw sps%$sÛ $uZs9 tPöqu‹ø9$# |Nqä9$yfÎ/ ¾ÍnÏŠqãZã_ur 4 tA$s% šúïÏ%©!$# šcq‘ZÝàtƒ Nßg¯Rr& (#qà)»n=•B «!$# NŸ2 `ÏiB 7pt¤Ïù A's#ŠÎ=s% ôMt7n=xî Zpt¤Ïù OouŽÏWŸ2 ÈbøŒÎ*Î/ «!$# 3 ª!$#ur yìtB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇËÍÒÈ
Artinya:
Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya
Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum
airnya; bukanlah ia pengikutku. dan Barangsiapa tiada meminumnya, kecuali
menceduk seceduk tangan, Maka Dia adalah pengikutku." kemudian mereka
meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan
orang-orang yang beriman bersama Dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang
yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan Kami pada hari ini untuk
melawan Jalut dan tentaranya." orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan
menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta
orang-orang yang sabar." (QS, al-baqarah : 249).[22]
Yang
diumpamakan golongan yang sedikit dalam ayat di atas adalah Thalut dan orang
orang yang beriman, mereka lulus tat kala diuji menyeberagi sungai tidak meminum
airnya, sedangkan yang diumpamakan dengan golongan yang banyak adalah bala
tentara Jalut yang tidak lulus tat kala diuji menyebrangi sungai karena meminum
airnya.
}§øŠs9 $ygs9 `ÏB Èbrߊ «!$# îpxÿÏ©%x. ÇÎÑÈ
Artinya:
tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah. (QS. An-najm :
58).[23]
4.
Peranan Perumpamaan (Matsal) Dalam Memahami Al-Quran Dan Implementasinya Dalam
Kehidupan/Pergaulan.
Amtsal atau matsal merupakan salah satu medium yang dapat
menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup dan mantap dalam pikiran,
dengan cara menyerupakan sesuatu yang ghaib dengan yang hadir, yang abstrak
dengan yang kongkrit dan dengan menganalogikan sesuatu dengan yang serupa. Itulah
sebabnya maka amtsal sangat efektif dalam mendorong jiwa untuk menerima
apa yang dimaksudkan dan membuat akal merasa puas, Uslub matsal juga
mampu memberikan bekas dan mengaktifkan kemauan berbuat, seolah-olah
membisikkan dengan sangat mantap ke telinga si-penerima, sehingga kesan
menembus hati, bahkan sampai menyentuh bagian jiwa yang paling dalam
Susunan kalimat (Uslub
matsal) harus ringkas dan menarik atau menimbulkan kekaguman dalam jiwa
diharapkan membantu untuk memudahkan pemahaman seseorang dalam menggali keadaan
atau sifat yang melekat pada sesuatu.
5.
Ulama Yang Menulis /Buku-Buku Tentang Perumpamaan (Matsal).
Karena pentingnya ilmu ini sehingga banyaklah buku-buku
yang memuat isi tentang amtsâl Al
Qur’ân dari dahulu hingga sekarang baik dalam bentuk buku maupun dalam sebuah
bab. Az Zarkasyi menyebutkan bahwa Husain bin Fadl adalah salah seorang mutaqaddimin
yang mengarang kitab tentang amtsâl
Al Qur’ân. Berbeda dengan As-Suyuti yang mengatakan bahwa Al Mawardi
termasuk orang yang pertama mengarang amtsâl
Al Qur’ân. Ulama lain yang menulis tentang matsal diantaranya Abu Hasan al-Maturidi, al-Itqan dan Ibnu
Qayyim dalam A’lamul Muwaqqi’in, as-Suyuti dalam al-itqan dan Ibnul qayyim dalam A’lamul-Muwaqqin
Pada tataran akademik juga para sarjana Muslim modern
berlomba untuk mengarang buku-buku tentang amtsâl,
terbukti dengan adanya kitab yang berjudul Amtsâl Al Qur’ân Al Kariem Wa
Atsaruha fie adab Al Arabi Ila Al Qorn Atsalitsi Al Hijriy
karangan Nurul Haq Tanwir.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT
Asy-Syifa, 1998.
Abu al-Wafa' Muhammad
Darwis, Min Matsal al-Qur'an, Bilbis : Al-Maktabah al-Islamiah, 1988.
Ahmad Iskandari dan
Musthafa 'Inani , Al-Wasith fi Adab al-Arab wa Tarikhihi, Cairo : Dar
al-Ma'arif, 1978.
Ahmad Musthafa
al-Maraghi, Tafslr al-Maraghi, Beirut : Dar al-Fikr, 1365
Ahmad Warson, AI-Munawwir,
Kamus Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997
Al Kali Asad. M, Kamus Indonesia
Arab, Cet. I; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1982.
Al Qathan Manna’ khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al Qur ‘an,
terjemah Mudzakir AS Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993
Al-kattan
Manna’ khalil, studi ilmu-ilmu qur’an, bogor, halim jaya,
As, Muzakkir. Studi
Ilmu-Ilmu Al Quran . Cet. III: Jakarta; PT. Pustaka Litera Antar
Nusantara, 1992.
Ash-Shahih, Subhi. Membahas
Ilmu-Ilmu Al Qur an. Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus , 1991.
Ash-Shiddieqi, TM. Hasby. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al Quran / Tafsir. Cet. V; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1972
Dahlan,
Abd. Rahman. Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Qur’an. Cet. II; Bandung:
Mizan, 1998
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. II; Balai Pustaka, 1990
Djalal Abdul, , Ulumul Qur’an,
Dunia Ilmu, Surabaya, 1997
Hasanuddin, Maulana. Study
Ilmu-Ilmu Al Qur a. Cet. VI; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusantara, 1992.
Ibn
al-Qasim Jar Allah Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari, Tafsir AlKasysyaf, ttp.:
Dar al-Fikr, 1977, cet. II J. I.
Izzan,
Ahmad. Ulumul Qur an, Telaah Tekstual Al Qur an. Cet. III; Bandung:
Tafakkur, 2009
Khallaf,
Abd al Wahab, Ilmu Ushul fiqhi ,al Majelis Indonesia Lial da wa Hal
Islamiyyah. Cet. IX; 1997.
Manna' Khalil
al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an, Beirut: Mu'assasah ar-Risalah,
1985.
Muhammad Rasyid
Ridla, Tafsir ad-Manar, Beirut : Dar al-Fikr, tth
Nata, Abuddin. Al
Quran Dan Hadits. Cet. V; Jakarta: PT. Raja Graindo, 1996.
Zaini,
Hasan Radiatul Hasnah,’Ulum Al-Qur’an,Batusangkar:STAIN Batu Sangkar
Press, 2010
[5] Abu
al-Wafa' Muhammad Darwis, Min Matsal al-Qur'an, (Bilbis : Al-Maktabah
al-Islamiah, 1988), h. 5.
[6] Ahmad Iskandari dan Musthafa 'Inani , Al-Wasith fi
Adab al-Arab wa Tarikhihi, (Cairo : Dar al-Ma'arif, 1978), h. 16.
[9] Ibn al-Qasim Jar Allah Mahmud bin
Umar Az-Zamakhsyari, Tafsir AlKasysyaf, (ttp.: Dar al-Fikr, 1977), cet. II
J. I, h. 195.
[36] Departemen Agama RI, Op,Cit.
h 190